![]() |
Cara adat turun mandi, Suku Anak Dalam kelompok Temenggung Apung. |
Antisipasi Konflik Untuk Mensejahterakan Suku Anak Dalam
PORTALTEBO.id - Yayasan Orang Rimbo Kito (ORIK) tengah mendorong kawasan khusus Suku Anak Dalam (SAD) di Desa Muara Kilis Kecamatan Tenggah Ilir Kabupaten Tebo, Jambi. Kawasan khusus ini nantinya diperuntukan bagi kelompok Temenggung Apung. Ini dikatakan langsung oleh Ketua Yayasan ORIK, Ahmad Firdaus, Minggu (21/02/2021).
Dia berkata, tujuan kawasan khusus ini agar SAD memiliki wilayah hidup dan berkehidupan yang memiliki legalitas jelas,” jadi kawasan khusus ini nantinya hanya boleh ditempati oleh SAD kelompok Temenggung Apung. SAD di luar kelompok ini tidak dibolehkan,” kata Firdaus.
Dijelaskan Firdaus, luasan kawasan khusus yang dimaksud sekitar 115 hektar yang berada di lokasi (area) izin koperasi Sepenat Alam Lestari (SAL). Berdasarkan hasil musyawarah yang dilaksanakan pada Minggu lalu (31/01.2021) antara pihak koperasi, perangkat desa dan seluruh warga SAD kelompok Temenggung Apung, disepakaati jika lahan seluas 115 Ha tersebut akan dikelola secara mandiri oleh kelompok Temenggung Apung,” pada pengolahan lahan nantinya akan didampingi oleh kita dalam hal ini Yayasan ORIK,” ujar dia.
![]() |
Kehidupan Suku Anak Dalam |
Sebelumnya lanjut Firdaus berkata, yayasan yang dia pimpin telah bermusyawarah dengan SAD kelompok Temenggung Apung. Hasil musyawarah disepakat jika lahan seluas 115 Ha yang berada di izin koperasi SAL akan dikelola secara mandiri oleh mereka dan Yayasan ORIK sebagai pendamping.
Konsep pengolahan lahan kata dia, batas lahan seluas 115 Ha akan ditanami dengan tanaman hutan yang memiliki nilai ekonomi, begitu juga dengan batas lahan antar sesama SAD (fersil) juga ditanami dengan bibit pohon hutan yang juga memiliki nilai ekonomi.
Dalam area atau kawasan 115 Ha itu lanjut Firdaus menerangkan, seluas 5 Ha diperuntukan menjadi kawasan fasilitas umum (fasum) dan sekitar 10 Ha akan dihutankan kembali,” ini sudah kesepakatan kita dengan Temenggung Apung dan warganya. Kita juga sepakat jika lahan tersebut tidak boleh diperjual belikan,” katanya.
Firdaus bilang, konsep tersebut sangat sesuai dengan tujuan dari pendampingan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh Yayasan yang dia pimpin yakni, Restorasi Suku Anak Dalam Dan Wilayah Hidup Kelompok Temenggung Apung di Desa Muara Kilis dengan skema Perhutanan Sosial.
Pada pelaksanaan program restorasi ini, agenda perencanaan kegiatan disusun berdasarkan aspirasi dari Suku Anak Dalam Kelompok Temenggung Apung melalui musyawarah dan disepakati bersama,” Pada pelaksanaan kegiatan nantinya juga langsung melibatkan mereka dengan tujuan untuk meningkatkan efektifitas, akuntabilitas dan transparansi dalam merealisasikan program, dengan harapan kebutuhan mereka terhadap sebuah proses pada program ini akan lebih terakomodir,” ujarnya.
“Hal tersebut didasarkan pada kondisi objektif bahwa yang paling tahu dan memahami apa dan bagaimana kebutuhan terhadap program tersebut adalah mereka sendiri,” kata dia.
Untuk mewujudkan kawasan program ini, Firdaus berharap dukungan dan sufort dari semua pihak khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Tebo, pemerintah desa Muara Kilis dan koperasi SAL,” mudah-mudahan rencana membentuk kawasan khusus SAD ini menjadi acuan pendampingan dan pemberdayaan terhadap SAD kedepan,” tutupnya berharap. (***)
Gambaran Umum SAD
Kelompok Temenggun Apung
Kelompok Temenggung
Apung merupakan salah satu kelompok Suku Anak Dalam di Provinsi Jambi. Mereka
saat ini berada di Desa Muara Kilis Kecamatan Tenggah Ilir Kabupaten Tebo.
Kelompok ini berjumlah 57 Kepala Keluarga (KK) dengan jiwa sebanyak 367
orang. Sejak dahulu mereka telah menetap dan bermukim di kawasan
hutan desa Muara Kilis. Mereka sudah lima kali mengalami pergantian
ketemenggunangan (pemimpin). Temenggung (pemimpin) pertama yakni Temenggung
Pemenang Suaro, kemudian digantikan oleh Temenggung Janggut Putih (temenggung
kedua), selanjutnya Temenggung Lurah (Temenggung ketiga), Temenggung Jintan
(temenggung keempat) dan sekarang dipimpin oleh Temenggung Apung (Temenggung
kelima).
Ketua Yayasan Orang
Rimbo Kito (ORIK), Ahmad Firdaus mengatakan, sesuai adat istiadat dan tradisi
kelompok Suku Anak Dalam ini telah mempersiapakan colan Temenggung yang bakal
mengantikan jabatan Temenggung Apung. Calon temenggung ini mereka sebut
Temenggung Mudo yang bernama Tupang Besak.
Meski seharusnya
jabatan Temenggun Apung sudah berakhir dan digantikan oleh Temenggung Mudo
(Tupang Besak). Karena marwah ketemenggungan Apung masih kental dirasakan oleh
kelompok mereka, akhirnya kelompok Suku Anak Dalam ini dipimpin oleh dua
Temenggung yakni Temenggung Apung dan Temenggung Tupang Besak. Meski ada dua
ketemenggungan di sana, mereka tetap hidup rukun dan teratur seseuai adat
istiadat dan tradisi mereka.
Sejak dahulu kata
Firdaus, meramu dan berburu merupakan cara mereka hidup di hutan. Hingga
sekarang kegiatan ini masih terus mereka lakukan. Karena luasan hutan dan
wikayah jelajah mereka sudah sangat jauh berkurang, akhirnya mereka terpaksa
bertahan hidup dengan cara mencari hasil hutan di area perkebunan perusahaan
maupun perkebunan warga sekitar.
Pada tahun 2007/2008,
Kementerian Sosial membangun 50 unit rumah Komunitas Adat Terpencil (KAT) di
Sungai Inuman desa Muara Kilis Kecamatan Tengah Ilir Kabupaten Tebo - Jambi.
Rumah yang dibangun semi permanen itu diperuntukan khusus untuk Suku Anak Dalam
kelompok Temenggung Apung. Sayangnya, pada program ini mereka hanya mendapat
bantuan ruamah saja, tidak disertai dengan penyediaan lahan untuk penghidupan
(lahan untuk bertani dan berkebun). Akibatnya, rumah yang dibangun oleh
pemerintah tidak dimanfaatkan oleh kolompok ini dengan baik dan terkesn
sia-sia.
Sekitar tahun 2011, kelompok
ini pindah ke Sungai Jelapang (masih dalam wilayah adminitrasi Desa Muara
Kilis). Mereka mulai belajar hidup menetap. Untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, mereka terpaksa bertani dan berkebun seadanya. Sayangnya, kondisi
ini juga tidak bertahan lama akibat seringnya terjadi konflik dan jual beli
lahan. Akhirnya mereka memutuskan untuk hijrah (pindah) kembali.
Karena hutan sudah semangkin sempit, mereka
terpaksa mendiami areal perkebunan PT WKS. Dengan semua keterbatasan, mereka
kembali menggarap lahan yang baru selesai dipenen oleh perusahahan dengan ditanami
berbagai macam tanaman.
Tahun 2015, PT WKS membebaskan
lahan tersebut seluas 201 Ha untuk pemukiman dan kehidupan untujk dua kelompok
SAD yakni kelompok Temenggung Apung dan kelompok Temenggung Lidah Pembangun.
Sayangnya, karena tidak ada aturan dan pendampingan serta pemberdayaan yang
jelas terhadap pelepasan lahan tersebut, lokasi seluas 201 Ha yang mereka tempati
saat ini lebih dari 2/3 (75 persen) telah dijual kepada masyarakat luar, dan
hanya beberapa kepala keluarga (KK) saja yang tinggal dan hidup menetap di
sana.
Pada tahun 2017 lalu,
Pemerintah Kabupaaten (Pemkab) Tebo membangun Sekolah Alam yang sekaligus
sebagai balai pertemuan di lokasi tersebut. Kemudian di tahun 2019 dibangun
Gedung Pusat Informasi Orang Rimbo dari CSR Bank Nasional Indonesi (BNI 46).
Selanjutnya, pada Juli
2019 lalu, 8 orang anggota keluarga kelompok ini ditangkap oleh aparat
kepolisian karena terlibat pada penyerangan anggota patroli kebakaran hutan dan
lahan (Karhutla) serta perusakan kantor dan mess di Distrik VIII PT WKS yang
dilakukan oleh kelompok tani Serikat Mandiri Batanghari (SMB) yang di ketuai
oleh Muslim.
Dari fakta sidang,
anggota keluarga kelompok ini dimanfaatkan oleh kelompok tani SMB sebagai
tameng untuk penguasaan lahan PT WKS yang jumlahnya ribuan hektar. Kelompok ini
hanya dijanjikan oleh SMB lahan seluas 3,5 Ha per kepala keluarga.
![]() |
Ketua ORIK, Ahmad Firdaus mendampingi Temenggung Apung saat mengunjungi anggota kelompoknya tenggaj menjalani proses hukum di Polda Jambi. |
Desember 2019, anggota keluarga kelompok ini telah dibebaskan karena telah menjalani hukuman. Namun insiden penangkapan tersebut masih membekas dan membuat pihak keluarga mengalami trauma.
“agar mereka tidak lagi dimanfaatkan oleh para oknum untuk kepentingan tertentu, yam au tidak mau ruang hidup mereka harus dipisahkan. Ini juga berjuan untuk mensejahterakan mereka,” kata Firdaus.
Keinginan SAD
Semangkin sempitnya
ruang hidup dan kehidupan (hutan) Suku Anak Dalam
khsususnya kelompok Temenggung Apung membawa konsekuensi kerugian yang sangat
besar, karena hingga saat ini masih adanya aktivitas pemanfaatan keberadaan
mereka oleh para oknum tertentu untuk penguasaan dan perambahan lahan yang yang
kemudian dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan.
![]() |
Temenggung Apung |
Sebagai kelompok
masyarakat adat yang berada di wilayah terpencil, akses informasi dan
komunikasi dengan kelompok ini sangat kurang, mereka menjalankan hidup
seadanya. Rasa kawatir dan was-was selalu menghantui kelompok ini karena luasan
hutan tempat sumber hidup mereka semakin terbatas. Saat ini mereka membutuhkan
kawasan khusus untuk bisa hidup dan berkehidupan. Lahan tersebut nantinya akan
diperuntukan untuk pemukiman, perkebunan, fasilitas umum dan area yang akan
dijadikan hutan kembali (dihutankan kembali). Nantinya, kawasan khusus tersebut
diberi pembatas yang jelas dengan cara ditanami tanaman yang benilai ekonomis
dan tanaman endemik yang juga bernilai ekonomis.
“mereka sudah sangat
sadar jika luasan hutan sudah semangkin sempit dan ketersediaan makanan untuk
mereka semangkin sedikit. Jadi mereka menginginkan wilayah khusus dengan pengolahan
dan aturan khusus yang nantinya sesuai dengan adat istiadat dan tradisi mereka.
Khawasan khusus ini juga yang nantnya menjadi kawasan hidup dan penghidupan mereka
hingga anak cucu nanti,” kata Ahmad Firdaus, Ketua Yayasan Orang Rimbo Kito
(ORIK).
Firdaus menjelaskan, dari
sisi kepengurusan dan anggotanya (Ketemenggungan) kelompok ini juga membutuhkan
kegiatan-kegiatan berupa penguatan kapasitas. Hal tersebut sangat diperlukan
agar mereka dapat mengelola kegiatan kerja sama dengan pihak lain dengan baik.
Pengurus kelompok setidaknya haruslah mempunyai kapasitas yang cukup untuk
mendampingi rekan-rekannya yang lain, menemukenali permasalahan bersama dan
memfasilitasi perencanaan-perencanaan bersama yang sesuai dengan adat istiadat
mereka (kearifan local mereka).
“Kelompok Suku Anak
Dalam ini juga membutuhkan diskusi-diskusi bersama yang membicarakan banyak
hal. Yang terpenting dari berbagai kegiatan adalah bagaimana bisa membangun
kekritisan angota terhadap permasalahan-permasalahan yang ada, menemukenali
permasalahan bersama dan menyelesaikan masalah tersebut secara bersama pula,
dan mejaga serta mengelola kawasan yang telah diperuntukan sesuai aturan yang
telah disepakati bersama, diantaranya lahan tersebut tidak boleh dijual belikan,”
kata Firdaus. (***)
Potensi Suku Anak
Dalam Kelompok Temenggung Apung
Meski mata pencarian
Suku Anak Dalam kelompok Temenggung Apung masih bergantung pada hasil hutan,
namun mereka sudah mulai hidup menentap. Mereka hidup bertani dan berkebun seadanya.
Mereka menanam ubi kayu, pisang, kelapa sawit dan getah karet di lokasi yang
saat ini mereka tempati yakni, Simpang Stop Dusun Benteng Makmur Desa Muara
Kilis Kecamatan Tenggah Ilir Kabupaten Tebo – Jambi.
![]() |
Belajar membaca pada program retas buta aksara. |
Wilayah mereka mencari
hasil hutan berupa getah damar, bambu, berburu dan meramu di kebun-kebun milik
warga sekitar dan wilayah izin perushaan. Disaat musim buah-buahan, mereka ke
Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) untuk mencari buah-buahan seperti kabau,
sempayang (semangko), jengkol dan lainnya. Sementara, lahan tempat mereka
tinggal dan berkebun saat ini kondisinya tergolong lahan kritis.
“kondisi ini sudaah
sangat mereka sadari. Mereka khawatir seperti apa nantinya kehidupan anak dan
cucu mereka kalau lahan (hutan) sudah tidak ada lagi,” katanya.
Meski kelompok Suku Anak Dalam ini telah mengenal kehidupan terang (kehidupan modern) dan hidup berbaur dengan masyarakat setempat, namun mereka masih tetap menjalankan hukum adat. Hal ini terbukti dengan beberapa insiden yang terjadi di kelompok mereka bisa diselesaikan secara adat,” mereka juga telah mengenal hukum positif. Artinya mereka sudah mau menerima perubahan,” ujar Firdaus dan berkata masih banyak lagi potensi yang dimiliki oleh Suku Anak Dalam kelompong Temenggung Apung. (***)
![]() |
Bentuk komitmen Suku Anak Dalam menjaga hutan dalam program "Waris Pohon" |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar